Kamis, 23 Maret 2023

Kampung Daun Heritage Lodaya, Eksotisme Perkampungan Tua di Selatan Bandung.

Kampung Daun Heritage Lodaya.

     Siapa yang menyukai kesejukan alam pegunungan? Saya yakin semua dari kita jawabannya "saya!!!". Berdasarkan dari judul, kampung daun memiliki arti kampung yang dikelilingi oleh tumbuhan berdaun, dan heritage memiliki makna warisan yang berkategori masa bertahan lebih dari 80 tahun.

    Terletak di ujung Selatan Kabupaten Bandung yang hanya di batasi oleh satu gunung dengan wilayah Kabupaten Garut. Yakni Kampung Lodaya, dan lebih cocok dipanggil Kampung Daun Heritage Lodaya, yang berada di wilayah administratif Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung. Bila kita jalan-jalan seputaran Kampung Lodaya akan kita dapati keindahan panorama timur Gunung Kendang dan barat Gunung Wayang serta Gunung Windu, sepanjang mata memandang di sebelah utara dan selatan disuguhi panorama hamparan perkebunan teh yang eksotis, hijau dan damai. Dinginnya hawa, murninya udara memaknai atmosfir pegunungan yang sebenarnya.


Salah satu bagian perkebunan teh di Kampung Lodaya menghadap bukit.

    Salah satu keunikan yang ada di Kampung Daun Heritage Lodaya adalah dialek berbahasa Sunda yang khas, sulit diterangkan menggunakan rangkaian kata, kita harus secara langsung mendengarkan, orang-orang bilang ini unik, saya kira biasa saja karena sudah terbiasa sebagai penduduk lokal, tetapi setelah sekian banyak tempat diluar Kampung Lodaya yang juga berbahasa Sunda saya jajaki ternyata memang benar Kampung Lodaya memiliki dialek khas yang hanya ada di Kampung Lodaya ini sendiri. Dalam satu desa, bahkan dengan kampung terdekatpun yaitu Kampung Kertasari, Kampung Lodaya tetap memiliki ciri khas yang orang sebut "dialeu-aleu" atau dalah Bahasa Indonesia "didayu-dayu". Juga daya tarik kampung ini ketika pagi hari menjelang, semua masyarakat berada pada kesibukannya masing-masing. Pagi-pagi sekali ketika embun masih eksis kelompok penduduk memulai aktifitas untuk pergi memetik teh, sebagian lainnya menuju ladang, beberapa saat kemudian anak-anak berseragam merah putih menuju SD, para ABG berkumpul di pertigaan sisi selatan kampung menunggu jemputan menuju SMP, remaja lebih besar menggunakan motor menuju SMA, para bapak-bapak usia produktif memikul jerigen besi yang kita sebut "bes" berisi susu sapi segar untuk disetor ke KPBS, beberapa lama setelah itu ketika sinar matahari mulai terasa hangat beberapa ibu-ibu berjalan menuntun anaknya menyusuri jalan perkampungan menuju sekolah TK, di pinggir jalan dan sebagian halaman para lansia dan penduduk berjemur sambil ngobrol santai, para pemotor gunung yang bahasa lokal disebut jabrug mengantri membeli bensin saling beriringan untuk mencari rumput pakan ternak, dan para pengangguran sepertinya tetap bertahan di kasur sambil bermain gadget.

    Sisi lain kesibukan penduduk, Kampung Daun Heritage Lodaya memiliki nilai sejarah yang begitu kental dari masa kolonial. Pada awalnya kampung ini merupakan perkebunan teh dan kina milik pengusaha teh Priangan yang begitu terkenal di masanya, yaitu milik keluarga Kerkhoven, Rudolph Eduard Kerkhoven (R. E. Kerkhoven) yang mana beliau juga sebagai pemilik perkebunan teh Gambung, Ciwidey. Perkebunan teh Kampung Lodaya di bawah pengelolaan Karel Albert Rudolf Bosscha (K. A. R. Bosscha) adalah sebuah afdeling bagian dari PTP Nusantara VIII Perkebunan Teh Talun Santosa bisa dibilang perluasan dari Perkebunan Teh Malabar tempat K. A. R. Bosscha sebagai administraturnya dan tinggal. Teh dan kina sangat jaya di masa itu, sekedar informasi khusus produk kina dari Hindia Belanda memenuhi 80% kebutuhan kina dunia dengan 60%  pasokan dari perkebunan Priangan. Seiring berjalannya waktu wabah Malaria kian menurun maka berbanding lurus dengan kebutuhan kina, hingga kemudian sekitar tahun 1980-an tanaman kina dihilangkan karena dianggap sudah tidak lagi memberikan keuntungan sehingga diganti seluruhnya dengan komoditi teh.

    Masa jaya perkebunan terus bertahan hingga sekarang walau dengan komoditi lain, kesuksesan para Preanger Planters dan keturunannya hingga masa nasionalisasi pada akhir 1957 mewariskan banyak hal termasuk bangunan yang kini masuk pada kategori bangunan tua peninggalan era kolonial. Begitupun dengan Kampung Lodaya yang terwarisi dengan perkebunan teh dan bangunan-bangunan yang memiliki nilai historis.

    Kampung Daun Heritage Lodaya ada dan berkembang setelah pembukaan lahan untuk dijadikan perkebunan kina dan teh kala itu semenjak hukum agraria diterapkan di Hindia Belanda sebelum tahun 1900an. Kala itu mayoritas penduduk di sini semua berasal dari Garut dan Tasik, eksistensinya bertahan hingga sekarang yang menjadi perkampungan dengan daya tarik heritage berupa bangunan kokoh permanen yang pernah digunakan sebagai rumah dinas administratur serta pengelola perkebunan lainnya beserta bedeng-bedeng perkebunan lama berbahan kayu dan anyaman bambu tempat para pegawai biasa tinggal. Tetapi sayang sekali eks-pabrik kina yang pernah berdiri sudah tidak ada, hanya bersisakan beberapa bagian pondasinya saja, pun dengan dokumentasi lamanya sangat sulit didapatkan, saya sendiri belum pernah melihatnya, hanya sebatas keterangan dari beberapa saksi yang dulu pernah hidup pada era jayanya kina di Kampung Lodaya.

    Dikarenakan komoditi kina sudah tak begitu menjadi primadona, sehingga eksistensinya mulai pudar, begitupun dengan pabriknya yang ada di Kampung Lodaya, konon ketika masa jayanya sampai di sini terdapat fasilitas bioskop atau gedung khusus pemutara film. Tiga bangunan gedong, yaitu bangunan permanen khas arsitektur Eropa kala itu yang masih berdiri kokoh. Dari ketiga bangunan ini, dua digunakan sebagai tempat tinggal, satu digunakan sebagai sekolah TK, tetapi dulunya digunakan sebagai rumah para administraturnya, dan menurut sejarawan yang pernah berkunjung ke sini mengemukakan bahwa kemungkinan besar administratur atau yang memiliki pangkat paling tinggi mendiami gedong yang sekarang menjadi TK, terlihat dari bentuk bangunannya yang lebih mewah dari dua lainnya. Tidak jauh dari gedong ini terdapat lapangan tenis yang juga masih kokoh tetapi sudah tidak berfungsi sebagaimana peruntukannya. Melipir sedikit ke barat terdapat satu bangunan berasitektur Belanda tetapi berbahan kayu, disinyalir dulunya digunakan sebagai bengkel mekanik atau gudang, karena pernah di sekitaran area ini pernah ditemukan sasis mobil lama yang terkubur dan beberapa peralatan mekanik, ketika pabrik kina sudah tidak beroperasi bangunan ini digunakan sebagai posyandu, lalu saat ini sebagai tempat tinggal. Terdapat pula 2 tangsi militer yang kini digunakan sebagai tempat tinggal, tetapi nama "tangsi" masih tersemat sebagai nama dari dua rumah ini. Ada empat jenis bedeng-bedeng perkebunan tempat hunian dinas para pegawai perkebunan, yaitu yang berbahan batako, non-asbes, anyaman bambu, serta kolaborasi antara kayu dan bambu.

Eks rumah administratur yang kini digunakan sebagai sekolah TK.


Rumah mandor besar.


Rumah administratur yang kini disebut sinder atau kepala afdeling.


Rumah yang dulunya digunakan sebagai bengkel kemudian posyandu.


Bedeng berbahan kayu dan bambu.


Rumah eks tangsi militer.


Jalan boulevard khas perkebunan teh, kanan kiri dihiasi pohon cemara.



Pagi hari masih dihiasi embun.


    Sekian gambaran singkat Kampung Lodaya yang bisa saya rangkai berdasarkan pengetahuan pribadi, cerita orang, juga beberapa sumber buku sejarah perkebunan di Hindia Belanda. Sebenarnya begitu banyak cerita dari Kampung Lodaya, nanti akan saya tulis dalam masing-masing judul walau butuh waktu. Saya kekurangan informasi sejarah dengan dasar literasi, kebanyakan hanya dari cerita para orangtua yang mengalami sendiri atau juga cerita dari orangtuanya terdahulu, kepingan-kepingan cerita ini pula saya terima dan cerna untuk disusun menjadi sebuah rangkaian cerita.

    Terima kasih telah mampir di blog saya, jangan hanya mampir di blog tetapi mampir langsung ke Kampung Lodaya jauh lebih menarik, keep calm and stay productive, hidup akan indah jika kita memaknainya dengan indah.

Wassalam - Galih M. Yusuf -


Tentang saya https://linktr.ee/galihmyusuf